Pages

Menjaga Sikap Orang 'Arif ketika Khilaf: Mengandalkan Allah dan Meningkatkan Harapan


Banyak Muslim yang menganggap bahwa melakukan ibadah secara rutin sudah cukup untuk memenuhi kewajiban beragama dan mendapatkan ridha Allah. Namun, ketika dihadapkan pada kesulitan atau kegagalan, sebagian dari mereka dapat kehilangan harapan dan kepercayaan diri pada Allah. Seolah-olah, amal-amal yang telah dilakukan tidak berarti dan tidak cukup untuk mendapatkan pertolongan dari Allah. Hal ini dapat membuat seseorang merasa putus asa dan ragu-ragu dalam menjalani hidupnya sebagai seorang Muslim. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk mengembangkan kepercayaan dan keyakinan yang kuat pada Allah, serta menyadari bahwa kesulitan dan kegagalan adalah ujian dari Allah yang dapat membantu kita tumbuh dan berkembang sebagai individu yang lebih baik.

Hal yang dapat menyebabkan kehilangan harapan dan kepercayaan diri pada Allah pada seorang Muslim tidak hanya ketika menghadapi kesulitan atau kegagalan. Namun, krisis spiritual atau kepercayaan juga dapat disebabkan oleh faktor sosial, politik, atau ekonomi. Ketika kondisi tersebut membuat seseorang kesulitan untuk memahami kehendak Allah dan merasa putus asa dalam memperbaiki situasi tersebut, maka kepercayaan dan keyakinan pada Allah dapat terguncang. Namun, sebagai seorang Muslim, kita perlu memahami bahwa Allah selalu bersama dengan hamba-Nya dalam setiap kondisi dan akan membantu kita menghadapi setiap ujian yang diberikan. Oleh karena itu, penting untuk selalu mengembangkan keyakinan dan kepercayaan yang kuat pada Allah serta berusaha untuk terus belajar dan memperdalam pemahaman tentang Islam.

Selain itu, kita juga perlu memperhatikan sikap yang kita ambil terhadap amal ibadah. Ada dua sikap yang dapat diambil terkait dengan amal ibadah, yaitu mengandalkan amal ibadah untuk meraih surga dan menghindari siksa Allah, atau menganggap bahwa dengan melakukan banyak amal ibadah, maka akan lebih dekat dengan Allah dan mendapatkan pengetahuan hakikat ilahiah yang lebih dalam. Namun, baik itu mengandalkan amal ibadah atau menganggapnya sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Allah, kedua sikap tersebut perlu diimbangi dengan harapan yang kuat kepada Allah SWT. Kita perlu memahami bahwa amal ibadah hanyalah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi hubungan kita dengan Allah, dan hanya Allah yang memiliki keputusan akhir mengenai nasib kita di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, penting untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita serta selalu berharap kepada Allah dalam setiap kondisi yang dihadapi.

Selanjutnya, kita perlu memahami bahwa sebagai orang yang beriman, kita seharusnya tidak terlalu bergantung pada amal ibadah semata, melainkan pada Allah SWT. Kita harus selalu mengingat bahwa segala sesuatu hanya bergantung pada Allah SWT dan hanya Dia yang memiliki keputusan akhir mengenai nasib kita di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dalam melakukan ketaatan kepada-Nya, kita harus memiliki rasa takut dan harapan yang seimbang pada Allah, tidak terlalu berlebihan dalam takut pada siksa-Nya namun juga tidak terlalu berlebihan dalam berharap pada surga-Nya. Selain itu, kita juga harus memahami bahwa kesalahan dan dosa yang kita lakukan dapat berpengaruh pada hubungan kita dengan Allah, namun tidak boleh membuat kita putus asa atau merasa tidak layak untuk kembali kepada-Nya. Sebaliknya, kesalahan tersebut harus dijadikan momentum untuk memperbaiki diri dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada Allah.

Setelah membahas tentang pentingnya tidak bergantung pada amal ibadah semata, kita perlu memahami bahwa kita perlu terus berusaha untuk dapat mencapai maqam ‘arif (orang yang mengenal Allah dengan baik) dengan melakukan olah batin dan wirid. Hal ini akan membantu kita untuk lebih fokus dan menghindari sikap bergantung pada sesuatu selain Allah, termasuk bergantung pada amal ibadah. Sebagai sālik (peniti jalan menuju Allah) yang selalu berusaha mendekatkan diri pada Allah SWT, kita harus selalu memiliki harapan kepada-Nya, namun juga tidak meninggalkan kewajiban untuk beribadah. Dalam melakukan ketaatan kepada Allah, kita juga harus menghindari sikap berlebihan dalam beribadah yang dapat membuat kita kelelahan atau bahkan meninggalkan kewajiban lainnya. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang yang selalu berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, dan terus memperbaiki diri menuju kesempurnaan dalam beribadah. 

Dalam rangka menghindari kecenderungan untuk mengandalkan amal-amal kita semata-mata, sebagai umat Muslim, kita perlu selalu mengembangkan hubungan pribadi yang kuat dengan Allah SWT melalui doa, dzikir, dan amal-amal ibadah yang benar. Dengan demikian, kita akan selalu mengandalkan Allah SWT dalam setiap langkah kita, termasuk ketika menghadapi kesulitan atau kegagalan. Hal ini akan membantu kita meningkatkan harapan dan kepercayaan diri kita pada Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan kita. Kita perlu memahami bahwa sikap yang benar dalam beribadah adalah yang seimbang antara harapan dan takut pada Allah, serta selalu berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Dengan demikian, kita akan menjadi sālik yang selalu berusaha mendekatkan diri pada Allah SWT dan mendapatkan keberkahan serta hidayah-Nya dalam setiap langkah kehidupan kita.

Diulas dari Kitab Al-Hikam karya Ibnu Atha'illah as-Sakandari yang disyarah oleh Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati (Grand Syekh Universitas al-Azhar Mesir dan Mufti Mazhab Syafi'i). Kitab terjemahan yang diterbitkan oleh Turos Pustaka pada tahun 2019 dengan judul "Al Hikam: Kitab Tasawuf Sepanjang Masa".

0 komentar:

Posting Komentar